Bisnis Islami
(syariah) yang dikendalikan oleh aturan halal dan haram , baik
dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non
islami (konvensional). Dengan landasan skularisme yang bersendikan
pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan aturan halal
dan haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang
dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan bisnis.Dari asas sekularisme inilah,
seluruh bangunan karakter bisnisnonislami diarahkan
pada hal-hal yang bersifat bendawi dan menafikan nilai ruhiah serta keterikatan
pelaku bisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transcendental (aturan
halal-haram). Kalaupun ada aturan, semata bersifat etik yang tidak ada
hubungannya dengan dosa dan pahala.
Sementara, bisnis
berkonsep syariah terikat oleh moral dan etika. Islam
mempersilahkan berdagang dan mencari keuntungan, tapi jangan rugikan
orang lain, pelihara lingkungan, jauhkan spekulasi, riba, dan berbisnislah
dengan barang dan jasa yang diperbolehkan oleh Syariah.
Etika adalah basis dari segala
aktivitas bisnis syariah. Berbisnis tidak berarti menghalalkan segala cara.
Aktivitas perdagangan yang merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang
penting, tidak berarti mengabaikan aspek-aspek lainnya. Islam membangun
keterpaduan dan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi (surat
Alqashash:77) materiil dan spritual, antara kepentingan individu dan
kepentingan bersama.
Dalam kaitannya dengan paradigma
Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam
pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan
lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama
dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang
pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun
akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap
aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim
dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi
dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran
seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam
ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus
dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan
symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal
yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya
investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas
kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan
kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam
Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi
mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan"
(diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.Di dalam
Alqur’an dan hadist Islam telah mengatur secara sempurna bagaimana prinsip
maupun etika dalam proses berbisnis. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip
yang wajib dimiliki oleh pelaku bisnis yang sesuai dengan syariat Islam:
·
Jujur,
amanah, tepat janji
Rasul SAW telah menggariskan tiga
sifat utama yang harus dimiliki oleh setiap pebisnis, yaitu jujur, amanah dan
tepat janji. Ini sangat penting mengingat ketiga sifat inilah yang umumnya
sulit dimiliki oleh pebisnis, apalagi di tengah kondisi seperti sekarang,
dimana ketidakjujuran ada dimana-mana. Kepada mereka yang memiliki sifat ini,
Rasul SAW menjanjikan bahwa mereka kelak akan bersama dengan para Nabi,
orang-orang yang jujur, dan para syuhada di surga (HR Tirmidzi).“Sesungguhnya
sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang/pebisnis yang apabila
berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji
tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak
berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda
pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang
kesulitan (HR Baihaqi)”
·
Tidak
ada unsur-unsur kezaliman
Kedzaliman yang dimaksud disini
ialah riba. Asal arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’.
Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl.Adapun
yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan
di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang
menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba model ini
diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba
fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan,
misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang
disertai dengan adanya tambahan.
Riba model kedua ini diharamkan juga
oleh sunnah Nabi saw dan ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju
riba nasiah
Persoalan riba menjadi perhatian
Islam. Banyak sekali ayat-ayat yang mengharamkan praktik riba. Allah berfirman,
yang artinya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(Q.S. Al-Baqarah: 275).
Dalam ayat yang lain, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Q.S.
Ali Imran: 130). Bukan hanya itu saja, Allah bahkan sangat membenci pelaku
riba. Sampai-sampai Allah akan memerangi para pelakunya, “Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 279).
Islam memandang bahwa riba adalah
bentuk kezaliman kepada customer. Mungkin orang mengira bahwa bunga yang
disyaratkan tidaklah memberatkan. Padahal, kalau diteliti secara mendalam
(makro) dampak yang ditimbulkannya begitu hebat.
Bahkan, negara sekali pun bisa
tergadai oleh riba yang diberikan oleh lembaga-lembaga bank dunia. Yang untung
adalah para pemilik modal, sementara peminjam diberatkan oleh setoran bunga
yang makin lama semakin menumpuk.
Kalau begitu, dari mana keuntungan
lembaga keuangan? Dalam hal ini, bisnis syariah dengan lembaga
keuangannya menawarkan konsep bagi-hasil. Konsep bagi-hasil menempatkan kedua
pihak sama-sama bertanggung jawab atas kegiatan bisnis yang mereka lakukan.
Besarnya keuntungan dan kerugian sama-sama dipikul.
·
Halal
Kehalalan produk dalam bisnis
syariah sangat diperhatikan sekali. Kehalalan itu mengacu pada hukum Islam.
Minuman keras, makanan mengandung lemak babi dan zat berbahaya, narkoba, atau
jasa pengiriman barang yang diharamkan tidak boleh dipraktikkan dalam bisnis
syariah.
"Sesungguhnya, Allah dan
Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung." Ada
yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak
bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki
kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram."
Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semoga Allah
melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka
mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka
memakan hasil penjualannya." (HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim, no. 4132)
Dalam bisnis keuangan syariah juga
tidak membenarkan investasi bisnis yang dilarang Islam, seperti perjudian,
pembangunan kawasan prostitusi, maupun pembangunan tempat-tempat maksiat
lainnya. Dengan begitu, uang masyarakat yang disimpan di lembaga keuangan
syariah tidak dipakai untuk hal-hal yang merusakkan moral bangsa.
Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(Q.S. Albaqarah:219)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam proses bisnis syariah
mengedepankan ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidak
adilan sehingga dalam proses bisnis syariah tidak ada pihak yag dirugikan atau
sama-sama untung. Berbeda dengan konsep bisnis konvensional yang hanya mengutamakan
untuk mendapat profit yang sebesar mungkin tanpa melihat halal-haram, adil atau
tidak.
Karateristik bisnis Islami
vsnonislami menurut Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad
karebet widjajakusuma dalam buku “Menggagas Bisnis Islam” yaitu :
Islami
|
Karateristik bisnis
|
Nonislami
|
Aqidah Islam (nilai-nilai
transcendental)
|
ASAS
|
Sekularisme (nilai-nilai material)
|
Dunia-akhirat
|
MOTIVASI
|
Dunia
|
Profit dan Benefit (non materi),
pertumbuhan, keberlagsungan, keberkahan
|
ORIENTASI
|
Profit, Pertumbuhan,
Keberlangsungan
|
Tinggi, Bisnis adalah bagian dari
ibadah
|
ETOS KERJA
|
Tinggi, bisnis adalah kebutuhan
duniawi
|
Maju & produktif, konsekuensi,
keimanan dan manifestasi kemusliman
|
SIKAP MENTAL
|
Maju & produktif sekaligus
konsumtif, konsekkuensi, aktualisasi diri
|
Ckap &ahli dibidangnya,
konsekuensi dari kewajiban seorang muslim
|
KEAHLIAN
|
Cakap & ahli dibidangnya,
konskuensi dari motivasi reward & punishment
|
Terpercaya & bertanggung
jawab, tujuan tidak menghalalkan cara
|
AMANAH
|
Tergantung kemauan individu
(pemilik capital), tujuan menghalalkan cara
|
Halal
|
MODAL
|
Halal & haram
|
Sesuai dengan akad kerjanya
|
SDM
|
Sesuai dengan akad kerjanya atau
sesuai keinginan pemilik modal
|
Halal
|
SUMBER DAYA
|
Halal & Haram
|
Visi dan misi organisasi terkait
erat dengan misi penciptaan manusia di dunia
|
MANAGEMEN STRATEGIK
|
Visi dan misi organisasi
ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material.
|
Jaminan halal bagi setiap masukan,
proses & keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah
|
MAJAJEMEN OPERASI
|
Tidak ada jaminan halal bagi
setiap masukan, proses
& keluaran, mengedepankan produktivitas
dalam koridor manfaat
|
Pemasaran dalam koridor jaminan
halal
|
MANAJEMEN PEMASARAN
|
Pemasaran menghalalkan cara
|
SDM professional & berkepribadian
Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan
& Allah SWT
|
MANAJEMEN SDM
|
SDM professional, SDM adalah
factor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri & majikan
|
sumber :
Alqur’an
Hadist
Yusanto, Muhammad Ismail dan
Muhammad Karebet Widjajakusuma.2002.”Menggagas Bisnis Islami. Jakarta:Gema
Insani Press
jurnal Dr. Irfan Syauqi Beik,
Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB " Tiga Prinsip Berbisnis
Sesuai Syariah"
DR. Achmad Kholiq, “Etika Bisnis
dalam Perpektif Islam”
abstrak disusun dlm bhs inggris. buat kajian analisis sendiri dgn jurnal penelitian terkini.
BalasHapus