Senin, 08 Oktober 2012

sharia business processes


Islam is a perfect religion, not just a set of rituals that the relationship between man and God but also to govern human relations one with another human being in terms of social commonly called Tenets. In muamalah among others, regulate how business processes are correct that there is no cheating of business so that no party will be disadvantaged in business. In this article will explain how business processes are correct according to Islam and Shari'a-contract any contract in the business cooperation.

Pada era ini di Indonesia bisnis berbasis Syariah mulai menjamur, namun perkembangannya masih kalah dengan bisnis konvensional. Hal ini disebabkan dari beberapa hal diantaranya :
kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum mengetahui apa keuntungan dari system Syariah, mereka menganggap tidak ada perbedaan antara syariah dengan konvensional hanya nama saja yang di rubah seperti bunga diganti dengan bagi hasil.
Dari pelaku bisnis sendiri juga masih banyak yang belum mengetahui bagaimana proses dalam berbisnis yang sesuai syariah Islam sehingga meraka mengatasnamakan Syariah tapi didalam sistimnya belum sesuai dengan Syariah Islam sehingga para konsumen juga masih ragu menggunakan bisnis berlabel Syariah seperti penggadaian Syariah, asuransi Syariah, bank syariah dan lain sebagainya.
Masih kurangnya pelayanan dalam bisnis Syariah ketimbang bisnis Konvensional, seperti atm bank-bank syariah yang hanya terdapat di daerah tertentu.
Adapun proses bisnis yang sesuai syariah Islam akan dijelaskan di bawah ini :
1. Jual beli kredit 
Dalam bahasa Arab, jenis jual beli seperti ini sering juga disebut dengan istilah bai' bit taqshith (بیع بِالتَّقْص) atau bai' bitstsaman 'ajil ( الآجِل بالثَّمَن بیع).
Gambaran umum dari jual beli kredit  adalah penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang dengan harga yang sudah dipastikan nilainya, dimana barang itu diserahkan kepada pembeli, namun uang pembayarannya dibayarkan dengan cara cicilan sampai masa waktu yang telah ditetapkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Albaqarah ayat 282 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah : 282)
Ayat tersebut menceritakan tentang jual beli yang ditangguhkan atau tidak secara tunai (kredit) dan ada keharusan kesepakatan jual beli tersebut untuk dicatat atau ditulis. Selain ayat tersebut beliau Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan sendiri yang di riwayatkan oleh Aisyah  Radhiyallahuanha :
Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan (kredit), beliau memberikan jaminan sebuah baju besi miliknya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jual beli secara kredit diperbolehkan menurut Agama Islam karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada (mayoritas ulama’). Sistem jual beli kredit dapat dihukumi halal atau haram tergantung kentuan dan persyaratan yang dijalankan.
Jual beli kredit yang dihalalkan yaitu dapat di contohkan Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit).
Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal.
Transaksi seperti ini diperbolehkan dalam Islam.
Berbeda ketika budi harus membayar dengan cicilan dengan ketentuan membayar bunga sebesar 2% dari rp 12juta atau sisa dari uang yang belum dibayarkan. Transaksi tersebut adalah riba karena tidak ada kesepakatan harga yang pasti dari keduanya, tetapi berdasarkan bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini adalah jelas haram menurut syariah.
Al-Qaradawi dalam buku Al-Halalu wal Haramu fil Islam mengatakan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Rasulullah SAW sendiri pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.

Keuntungan dari Jual beli kredit secara syariah yaitu :
Pihak melakukan kredit hanya wajib membayar sejumlah uang yang disepakati sejak awal, bukan berdasarkan bunga sekian persen. Kalau mengggunakan bunga, biaya yang dikeluarkan akan menjadi lebih tinggi karena bunga yang sifatnya tidak tetap.
Pihak yang memberikan kredit juga tetap mendapatkan keuntungan dari penjualan secara kredit dan bebas dari uang riba.


2. Gadai Secara bahasa, rahn atau gadai berasal dari kata ats-tsubut(الثبوت) yang berarti tetap dan ad-dawam ( الدوام ) yang berarti terus menerus. Sehingga air yang diam tidak mengalir dikatakan sebagai maun rahin ( راھن ماء). Adapun pengertian gadai atau ar-rahn dalam ilmu fiqih adalah : Menjadikan ain suatu harta sebagai jaminan atas hutang, yang bisa dilunasi dengan harta itu atau dengan harganya apabila hutang itu tidak bisa dibayar Dengan kata lain, rahn adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh berpiutang (yang meminjamkan). Berarti, barang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Allah SWT berfirman dalam surat Albaqarah ayat 283: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)..”.(QS Al-Baqarah ayat 283) Dan dalam hadist diriwayatkan bahwa : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.(HR. Bukhari dan Muslim) Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya… Kepada orang yang naik ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”, (HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn). Para fuqaha sepakat membolehkan praktek gadai ini, asalkan tidak terdapat praktek yang dilarang, seperti riba atau penipuan. Dalam praktik gadai terdapat beberapa unsure yaitu : ar-rahin yaitu pihak yang menggadaikan barangnya al-murtahin yaitu pihak yang menerima gadai sekaligus sebagai pemberi uang pinjaman al-marhun yaitu barang yang digadaikan al-marhun bih yaitu uang yang diterima ar rahin sebagai pinjaman al-aqd yaitu kesepakatan melakukan transaksi gadai Sedangkan yang termasuk rukun rahn adalah hal-hal berikut : 1. Adanya Lafaz Lafadz adalah pernyataan adanya perjanjian gadai. Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak. 2. Adanya pemberi dan penerima gadai. Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. 3. Adanya barang yang digadaikan. Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai. 4. Adanya Hutang Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba. Keuntungan dari pegadaian syariah : • Murtahin (penerima gadai) yaitu mendapatkan keuntungan dari pemberian biaya perawatan barang yang digadaikan dari rahin (pihak penggadai barang) dengan syarat murtahin tidak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan. Apabila murtahin mengambil manfaatnya (barang yang digadaikan) maka biaya pemeliharaan ditanggung oleh murtahin. Misalnya rahin menggadaikan sebuah truk dan truk tersebut digunakan murtahin untuk mengangkut barang ketika rahin masih menanggung hutang. kewajibannya adalah menyerahkan barang yang menjadi tanggungan hutang rahin secara utuh tanpa cacat. • Rahin membayar hutang sejumlah uang yang diberikan pada awal perjanjian kepada murtahin tanpa adanya tambahan biaya bunga sekian persen yang di hitung berdasarkan lama pembayaran. Dan tidak wajib menyerahkan uang biaya perawatan apabila murtahin mengambil manfaat dari barang yang digadaikan.

dari penjelasan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam praktek muamalah dari kedua pihak tetap mendapatkan keuntungan, yang keuntungan tersebut bebas dari riba dan tidak ada pihak yang terlilit bunga yang nilainya tidak tetap (dapat berubah-ubah). dengan ketentuan keduanya harus bertanggung jawab, misalnya yang berhutang harus berusaha membayar hutangnya tepat waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar