Senin, 08 Oktober 2012

sharia business processes


Islam is a perfect religion, not just a set of rituals that the relationship between man and God but also to govern human relations one with another human being in terms of social commonly called Tenets. In muamalah among others, regulate how business processes are correct that there is no cheating of business so that no party will be disadvantaged in business. In this article will explain how business processes are correct according to Islam and Shari'a-contract any contract in the business cooperation.

Pada era ini di Indonesia bisnis berbasis Syariah mulai menjamur, namun perkembangannya masih kalah dengan bisnis konvensional. Hal ini disebabkan dari beberapa hal diantaranya :
kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum mengetahui apa keuntungan dari system Syariah, mereka menganggap tidak ada perbedaan antara syariah dengan konvensional hanya nama saja yang di rubah seperti bunga diganti dengan bagi hasil.
Dari pelaku bisnis sendiri juga masih banyak yang belum mengetahui bagaimana proses dalam berbisnis yang sesuai syariah Islam sehingga meraka mengatasnamakan Syariah tapi didalam sistimnya belum sesuai dengan Syariah Islam sehingga para konsumen juga masih ragu menggunakan bisnis berlabel Syariah seperti penggadaian Syariah, asuransi Syariah, bank syariah dan lain sebagainya.
Masih kurangnya pelayanan dalam bisnis Syariah ketimbang bisnis Konvensional, seperti atm bank-bank syariah yang hanya terdapat di daerah tertentu.
Adapun proses bisnis yang sesuai syariah Islam akan dijelaskan di bawah ini :
1. Jual beli kredit 
Dalam bahasa Arab, jenis jual beli seperti ini sering juga disebut dengan istilah bai' bit taqshith (بیع بِالتَّقْص) atau bai' bitstsaman 'ajil ( الآجِل بالثَّمَن بیع).
Gambaran umum dari jual beli kredit  adalah penjual dan pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang dengan harga yang sudah dipastikan nilainya, dimana barang itu diserahkan kepada pembeli, namun uang pembayarannya dibayarkan dengan cara cicilan sampai masa waktu yang telah ditetapkan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Albaqarah ayat 282 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqarah : 282)
Ayat tersebut menceritakan tentang jual beli yang ditangguhkan atau tidak secara tunai (kredit) dan ada keharusan kesepakatan jual beli tersebut untuk dicatat atau ditulis. Selain ayat tersebut beliau Nabi Muhammad SAW juga mencontohkan sendiri yang di riwayatkan oleh Aisyah  Radhiyallahuanha :
Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan (kredit), beliau memberikan jaminan sebuah baju besi miliknya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Jual beli secara kredit diperbolehkan menurut Agama Islam karena pada asalnya boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada (mayoritas ulama’). Sistem jual beli kredit dapat dihukumi halal atau haram tergantung kentuan dan persyaratan yang dijalankan.
Jual beli kredit yang dihalalkan yaitu dapat di contohkan Ahmad menawarkan sepeda motor pada Budi dengan harga rp. 12 juta. Karena Budi tidak punya uang tunai Rp.12 juta, maka dia minta pembayaran dicicil (kredit).
Untuk itu Ahmad minta harganya menjadi Rp. 18 juta yang harus dilunasi dalam waktu 3 tahun. Harga Rp. 18 juta tidak berdasarkan bunga yang ditetapkan sekian persen, tetapi merupakan kesepakatan harga sejak awal.
Transaksi seperti ini diperbolehkan dalam Islam.
Berbeda ketika budi harus membayar dengan cicilan dengan ketentuan membayar bunga sebesar 2% dari rp 12juta atau sisa dari uang yang belum dibayarkan. Transaksi tersebut adalah riba karena tidak ada kesepakatan harga yang pasti dari keduanya, tetapi berdasarkan bunga dan masa cicilan. Yang seperti ini adalah jelas haram menurut syariah.
Al-Qaradawi dalam buku Al-Halalu wal Haramu fil Islam mengatakan bahwa menjual kredit dengan menaikkan harga diperkenankan. Rasulullah SAW sendiri pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.

Keuntungan dari Jual beli kredit secara syariah yaitu :
Pihak melakukan kredit hanya wajib membayar sejumlah uang yang disepakati sejak awal, bukan berdasarkan bunga sekian persen. Kalau mengggunakan bunga, biaya yang dikeluarkan akan menjadi lebih tinggi karena bunga yang sifatnya tidak tetap.
Pihak yang memberikan kredit juga tetap mendapatkan keuntungan dari penjualan secara kredit dan bebas dari uang riba.


2. Gadai Secara bahasa, rahn atau gadai berasal dari kata ats-tsubut(الثبوت) yang berarti tetap dan ad-dawam ( الدوام ) yang berarti terus menerus. Sehingga air yang diam tidak mengalir dikatakan sebagai maun rahin ( راھن ماء). Adapun pengertian gadai atau ar-rahn dalam ilmu fiqih adalah : Menjadikan ain suatu harta sebagai jaminan atas hutang, yang bisa dilunasi dengan harta itu atau dengan harganya apabila hutang itu tidak bisa dibayar Dengan kata lain, rahn adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh berpiutang (yang meminjamkan). Berarti, barang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Allah SWT berfirman dalam surat Albaqarah ayat 283: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)..”.(QS Al-Baqarah ayat 283) Dan dalam hadist diriwayatkan bahwa : Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.(HR. Bukhari dan Muslim) Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya… Kepada orang yang naik ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”, (HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn). Para fuqaha sepakat membolehkan praktek gadai ini, asalkan tidak terdapat praktek yang dilarang, seperti riba atau penipuan. Dalam praktik gadai terdapat beberapa unsure yaitu : ar-rahin yaitu pihak yang menggadaikan barangnya al-murtahin yaitu pihak yang menerima gadai sekaligus sebagai pemberi uang pinjaman al-marhun yaitu barang yang digadaikan al-marhun bih yaitu uang yang diterima ar rahin sebagai pinjaman al-aqd yaitu kesepakatan melakukan transaksi gadai Sedangkan yang termasuk rukun rahn adalah hal-hal berikut : 1. Adanya Lafaz Lafadz adalah pernyataan adanya perjanjian gadai. Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak. 2. Adanya pemberi dan penerima gadai. Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam. 3. Adanya barang yang digadaikan. Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan penerima gadai. 4. Adanya Hutang Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba. Keuntungan dari pegadaian syariah : • Murtahin (penerima gadai) yaitu mendapatkan keuntungan dari pemberian biaya perawatan barang yang digadaikan dari rahin (pihak penggadai barang) dengan syarat murtahin tidak mengambil manfaat dari barang yang digadaikan. Apabila murtahin mengambil manfaatnya (barang yang digadaikan) maka biaya pemeliharaan ditanggung oleh murtahin. Misalnya rahin menggadaikan sebuah truk dan truk tersebut digunakan murtahin untuk mengangkut barang ketika rahin masih menanggung hutang. kewajibannya adalah menyerahkan barang yang menjadi tanggungan hutang rahin secara utuh tanpa cacat. • Rahin membayar hutang sejumlah uang yang diberikan pada awal perjanjian kepada murtahin tanpa adanya tambahan biaya bunga sekian persen yang di hitung berdasarkan lama pembayaran. Dan tidak wajib menyerahkan uang biaya perawatan apabila murtahin mengambil manfaat dari barang yang digadaikan.

dari penjelasan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam praktek muamalah dari kedua pihak tetap mendapatkan keuntungan, yang keuntungan tersebut bebas dari riba dan tidak ada pihak yang terlilit bunga yang nilainya tidak tetap (dapat berubah-ubah). dengan ketentuan keduanya harus bertanggung jawab, misalnya yang berhutang harus berusaha membayar hutangnya tepat waktu.

Baca Selengkapnya - sharia business processes

Sabtu, 22 September 2012

Sharia Business Process vs Conventional Business Proces

Pada proses bisnis terdiri serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam koordinasi lingkungan organisasi dan teknis untuk mewujudkan tujuan bisnis. Sedangkan pada proses bisnis tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu proses bisnis syariah dan proses bisnis konvensional (non-syariah).
Bisnis Islami (syariah) yang dikendalikan oleh aturan halal dan haram , baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non islami (konvensional). Dengan landasan skularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non islami tidak memperhatikan aturan halal dan haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan bisnis.Dari asas sekularisme inilah, seluruh bangunan karakter bisnisnonislami diarahkan pada hal-hal yang bersifat bendawi dan menafikan nilai ruhiah serta keterikatan pelaku bisnis pada aturan yang lahir dari nilai-nilai transcendental (aturan halal-haram). Kalaupun ada aturan, semata bersifat etik yang tidak ada hubungannya dengan dosa dan pahala.
Sementara, bisnis berkonsep syariah terikat oleh moral dan etika. Islam mempersilahkan  berdagang dan mencari keuntungan, tapi jangan rugikan orang lain, pelihara lingkungan, jauhkan spekulasi, riba, dan berbisnislah dengan barang dan jasa yang diperbolehkan oleh Syariah.
Etika adalah basis dari segala aktivitas bisnis syariah. Berbisnis tidak berarti menghalalkan segala cara. Aktivitas perdagangan yang merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang penting, tidak berarti mengabaikan aspek-aspek lainnya. Islam membangun keterpaduan dan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi (surat Alqashash:77) materiil dan spritual, antara kepentingan individu dan kepentingan bersama.
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga"  (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak  harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika  oreientasi bisnis dan upaya investasi  akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat.Di dalam Alqur’an dan hadist Islam telah mengatur secara sempurna bagaimana prinsip maupun etika dalam proses berbisnis. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip yang wajib dimiliki oleh pelaku bisnis yang sesuai dengan syariat Islam:
·         Jujur, amanah, tepat janji
Rasul SAW telah menggariskan tiga sifat utama yang harus dimiliki oleh setiap pebisnis, yaitu jujur, amanah dan tepat janji. Ini sangat penting mengingat ketiga sifat inilah yang umumnya sulit dimiliki oleh pebisnis, apalagi di tengah kondisi seperti sekarang, dimana ketidakjujuran ada dimana-mana. Kepada mereka yang memiliki sifat ini, Rasul SAW menjanjikan bahwa mereka kelak akan bersama dengan para Nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada di surga (HR Tirmidzi).“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang/pebisnis yang apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan (HR Baihaqi)”
·         Tidak ada unsur-unsur kezaliman
Kedzaliman yang dimaksud disini ialah riba. Asal arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’. Riba ada dua macam yaitu riba nasiah dan riba fadhl.Adapun yang dimaksud riba nasiah ialah tambahan yang sudah ditentukan di awal transaksi, yang diambil oleh si pemberi pinjaman dari orang yang menerima pinjaman sebagai imbalan dari pelunasan bertempo. Riba model ini diharamkan oleh Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ umat Islam.
Sedangkan yang dimaksud riba fadhl adalah tukar menukar barang yang sejenis dengan ada tambahan, misalnya tukar menukar uang dengan uang, menu makanan dengan makanan yang disertai dengan adanya tambahan.
Riba model kedua ini diharamkan juga oleh sunnah Nabi saw dan ijma’ kaum Muslimin, karena ia merupakan pintu menuju riba nasiah
Persoalan riba menjadi perhatian Islam. Banyak sekali ayat-ayat yang mengharamkan praktik riba. Allah berfirman, yang artinya, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. Al-Baqarah: 275).
Dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Q.S. Ali Imran: 130). Bukan hanya itu saja, Allah bahkan sangat membenci pelaku riba. Sampai-sampai Allah akan memerangi para pelakunya, “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 279).
Islam memandang bahwa riba adalah bentuk kezaliman kepada customer. Mungkin orang mengira bahwa bunga yang disyaratkan tidaklah memberatkan. Padahal, kalau diteliti secara mendalam (makro) dampak yang ditimbulkannya begitu hebat.
Bahkan, negara sekali pun bisa tergadai oleh riba yang diberikan oleh lembaga-lembaga bank dunia. Yang untung adalah para pemilik modal, sementara peminjam diberatkan oleh setoran bunga yang makin lama semakin menumpuk.
Kalau begitu, dari mana keuntungan lembaga keuangan? Dalam hal ini, bisnis syariah dengan lembaga keuangannya menawarkan konsep bagi-hasil. Konsep bagi-hasil menempatkan kedua pihak sama-sama bertanggung jawab atas kegiatan bisnis yang mereka lakukan. Besarnya keuntungan dan kerugian sama-sama dipikul.
·         Halal
Kehalalan produk dalam bisnis syariah sangat diperhatikan sekali. Kehalalan itu mengacu pada hukum Islam. Minuman keras, makanan mengandung lemak babi dan zat berbahaya, narkoba, atau jasa pengiriman barang yang diharamkan tidak boleh dipraktikkan dalam bisnis syariah.
"Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram." Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya." (HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim, no. 4132)
Dalam bisnis keuangan syariah juga tidak membenarkan investasi bisnis yang dilarang Islam, seperti perjudian, pembangunan kawasan prostitusi, maupun pembangunan tempat-tempat maksiat lainnya. Dengan begitu, uang masyarakat yang disimpan di lembaga keuangan syariah tidak dipakai untuk hal-hal yang merusakkan moral bangsa.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(Q.S. Albaqarah:219)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam proses bisnis syariah mengedepankan ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidak adilan sehingga dalam proses bisnis syariah tidak ada pihak yag dirugikan atau sama-sama untung. Berbeda dengan konsep bisnis konvensional yang hanya mengutamakan untuk mendapat profit yang sebesar mungkin tanpa melihat halal-haram, adil atau tidak.
Karateristik bisnis Islami vsnonislami menurut Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad karebet widjajakusuma dalam buku “Menggagas Bisnis Islam” yaitu :
Islami
Karateristik bisnis
Nonislami
Aqidah Islam (nilai-nilai transcendental)
ASAS
Sekularisme (nilai-nilai material)
Dunia-akhirat
MOTIVASI
Dunia
Profit dan Benefit (non materi), pertumbuhan, keberlagsungan, keberkahan
ORIENTASI
Profit, Pertumbuhan, Keberlangsungan
Tinggi, Bisnis adalah bagian dari ibadah
ETOS KERJA
Tinggi, bisnis adalah kebutuhan duniawi
Maju & produktif, konsekuensi, keimanan dan manifestasi kemusliman
SIKAP MENTAL
Maju & produktif sekaligus konsumtif, konsekkuensi, aktualisasi diri
Ckap &ahli dibidangnya, konsekuensi dari kewajiban seorang muslim
KEAHLIAN
Cakap & ahli dibidangnya, konskuensi dari motivasi reward & punishment
Terpercaya & bertanggung jawab, tujuan tidak menghalalkan cara
AMANAH
Tergantung kemauan individu (pemilik capital), tujuan menghalalkan cara
Halal
MODAL
Halal & haram
Sesuai dengan akad kerjanya
SDM
Sesuai dengan akad kerjanya atau sesuai keinginan pemilik modal
Halal
SUMBER DAYA
Halal & Haram
Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia
MANAGEMEN STRATEGIK
Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material.
Jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah
MAJAJEMEN OPERASI
Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat
Pemasaran dalam koridor jaminan halal
MANAJEMEN PEMASARAN
Pemasaran menghalalkan cara
SDM professional & berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan & Allah SWT
MANAJEMEN SDM
SDM professional, SDM adalah factor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri & majikan


sumber :
Alqur’an
Hadist
Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma.2002.”Menggagas Bisnis Islami. Jakarta:Gema Insani Press
jurnal Dr. Irfan Syauqi Beik, Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB " Tiga Prinsip Berbisnis Sesuai Syariah"
DR. Achmad Kholiq, “Etika Bisnis dalam Perpektif Islam

Baca Selengkapnya - Sharia Business Process vs Conventional Business Proces

Sabtu, 15 September 2012

Business Process

Definition Of Business Process
A business process consists of a set of activities that are performed in coordination in an organizational and technical environment. These activities jointly realize a business goal. Each business process is enacted by a single organization, but it may interact with business processes performed by other organizations.
After a first consideration of business processes, their constituents, and their interactions, the view is broadened. Business process management not only covers the representation of business processes, but also additional activities.
Business process management includes concepts, methods, and techniques to support the design, administration, configuration, enactment, and analysis of business processes.
Traditionally, business processes are enacted manually, guided by the of the company’s personnel and assisted by the organizational regulations and procedures that are installed.
Enterprises can achieve additional benefits if they use software systems for coordinating the activities involved in business processes. These software systems are called business process management systems.
A business process management system is a generic software system that is driven by explicit process representations to coordinate the enactment of business processes.

Classification of Business Processes
Ø  Organizational versus Operational

Different levels can be identified in business process management, ranging from high-level business strategies to implemented business processes. These levels are depicted in Figure 1.6.

At the highest level, the strategy of the company is specified, which describes its long-term concepts to develop a sustainable competitive advantage in the market. An example of a business strategy is cost leadership for products in a certain domain.
At the second level, the business strategy is broken down to operational goals. These goals can be organized, so that each goal can be divided into a set of subgoals. Reducing the cost for supplied materials is a sample goal that contributes to the realization of the business strategy mentioned.
At the third level, organizational business processes can be found. Organizational business processes are high-level processes that are typically specified in textual form by their inputs, their outputs, their expected results, and their dependencies on other organizational business processes. These business processes act as supplier or consumer processes. An organizational business process to manage incoming raw materials provided by a set of suppliers is an example of an organizational business process.
Informal and semiformal techniques are used at these high levels. The strategy of a company, its goals, and its organizational business processes can be described in plain text, enriched with diagrams expressed in an adhoc or semiformal notation. A forms-based approach to express organizational business processes is discussed in the next chapter.
While organizational business processes characterize coarse-grained business functionality, typically there are multiple operational business processes required that contribute to one organizational business process. In operational business processes, the activities and their relationships are specified, but implementation aspects of the business process are disregarded. Operational business processes are specified by business process models.
Operational business processes are the basis for developing implemented business processes. Implemented business processes contain information on the execution of the process activities and the technical and organizational environment in which they will be executed.

Ø  Intraorganizational Processes versus Process Choreographies
As defined above, each business process is performed by a single organization. If there is no interaction with business processes performed by other parties, then the business process is called intraorganizational. Most business processes, however, interact with business processes in other organizations, forming process choreographies.
The primary focus of intraorganizational business processes is the streamlining of the internal processes by eliminating activities that do not provide value. The personnel of the enterprise is represented in organizational models used to allocate activities to persons who are skilled and competent to perform these activities. Traditional workflow management systems can be used to support intraorganizational business processes.
There are a number of issues to address when dealing with interacting business processes, including not only communication aspects related to the process structures, but also legal matters. Interactions between business processes need to be protected by legally binding contracts between the companies involved.
Also, the technical layer requires more thought, since multiple organizations have most likely a heterogeneous software infrastructure that hampers interoperability in the software layer.

Ø  Degree of Automation

Business processes can diverge in the level of automation. There are business processes that are fully automated, meaning that no human is involved in the enactment of such a business process. An example is ordering an airline ticket using Web interfaces. While the process is fully automated on the side of the airline, the customer is involved with manual activities, such as providing address information via Web browser interfaces.
Enterprise application integration is another area where automated business processes can be found. The goal is to integrate the functionality provided by a heterogeneous software landscape. While there are different techniques to integrate enterprise applications, process technology is an important technology, especially since the emergence of service-oriented software architectures that allow composing services to processes.
Many business processes require manual activities; but they also include automated activities. Processing an insurance claim is an example of such a process. Manual activities enter the customer data and determine the settlement of the damage, while automated activities are used to store data on the damage in the software systems of the company.
The interaction with the human user is essential in these settings. Early approaches that prescribe to human users “what to do next” often failed. User interfaces that accept the knowledge worker as an important source to improve and control the process provide more user acceptance.

Ø  Degree of Repetition

Business processes can be classified according to their degree of repetition. Examples of highly repetitive business processes include business processes without human involvement, such as online airline ticketing. However, business processes in which humans are involved can occur frequently, for example, insurance claim processing. If the degree of repetition is high, then investments  in modelling and supporting the automatic enactment of these processes pay off, because many process instances can benefit from these investments.
At the other end of the repetition continuum, there are business processes that occur a few times only. Examples include large engineering efforts, such as designing a vessel. For these processes it is questionable whether the effort introduced by process modelling does in fact pay off, because the cost of process modelling per process instance is very high.
Since improving the collaboration between the persons involved is at the centre of attention, these processes are called collaborative business processes. In collaborative business processes, the goal of process modelling and enactment is not only efficiency, but also tracing exactly what has actually been done and which causal relationships between project tasks have occurred.
This aspect is also present in the management of scientific experiments, where data lineage is an important goal of process support. Since each experiment consists of a set of activities, an increasing fraction of the experimentation is performed by analyzing data using software systems. The data is transformed in a series of steps. Since experiments need to be repeatable, it is essential that the relationship of the data sets be documented properly.
Business processes with a low degree of repetition are often not fully automated and have a collaborative character, so that the effort in providingautomated solutions is not required, which lowers the cost.

Ø  Degree of Structuring

If the business process model prescribes the activities and their execution constraints in a complete fashion, then the process is structured. The different options for decisions that will be made during the enactment of the process have been defined at design time. For instance, a credit request process might use a threshold amount to decide whether a simple or a complex credit check is required, for instance, 5000 euros. Each process instance then uses the requested amount to decide on the branch to take.
Leymann and Roller have organized business processes according to dimensions structure and repetition. They coined the term production workflow. Production workflows are well structured and highly repetitive. Traditional workflow management system functionality is well suited to supporting production workflows.
If process participants who have the experience and competence to decide on their working procedures perform business process activities, structured processes are more of an obstacle than an asset. Skipping certain process activities the knowledge worker does not require or executing steps concurrently that are ordered sequentially in the process model is not possible in structured business processes.
To better support knowledge workers, business process models can define processes in a less rigid manner, so that activities can be executed in any order or even multiple times until the knowledge worker decides that the goals of these activities have been reached. So called ad hoc activities are an important concept for supporting unstructured parts of processes.
Case handling is an approach that supports knowledge workers performing business processes with a low level of structuring and, consequently, a high level of flexibility. Rather than prescribing control flow constraints between process activities, fine-grained data dependencies are used to control the enactment of the business process.
________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sebuah proses bisnis terdiri dari serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam koordinasi dalam lingkungan organisasi dan teknis untuk mewujudkan tujuan bisnis. 
Allah Subhanallahuta'ala juga telah menjelaskan melalui Alqur'anul karim bagaimana bisnis itu harus dijalankan. Berikut ini ialah salah satu  ayat Alqur'an tentang bisnis :
1. Albaqarah ayat 283


"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang di antara kamumenuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlahdia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika orang yang berutang itu orang kurang akalnya ataulemah (keadaanya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinyamendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antarakamu. Jika tidak ada saksi dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang  perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, agar jika ada yang  seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik utang itu kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dekat menguatkankesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jikakamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulisdipersulit dari begitu juga saksi. Jika kamu lakukan yang demikian, maka sungguh, hal itu suatukefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu,dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu"


Menurut Tafsir Ibnu Katsir :

وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ "Jika kamu dalam perjalanan" yakni sedang dalam perjalanan dan terjadi hutang - piutang sampai batas waktu tertentu.

 وَلَمْ تَجِدُواْ كَاتِباً "sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,"yaitu seorang penulis yang menulis transaksi untukmu. Ibnu Abbas mengartikan, ada penulis tapi tidak ada pena,kertas dan tinta, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh pemberi pinjaman. Maksudnya penulisan itu diganti dengan barang jaminan yang dipegang oleh pemberi pinjaman.

 فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ "maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)", ayat ini dijadikan sebagai dalil yang menunjukkan bahwa jaminan harus merupakan sesuatu yang harus dapat dipegang. Sebagaimana yang menjadi pendapat Imam Syafi'i dan jumhur Ulama dan ulama yang lain menjadikan ayat tersebut sebagai dalil  bahwa barang jaminan itu harus berada ditangan orang yang memberikan gadai. Ini merupakan riwayat dari Imam Ahmad dan sebagian ulama juga demikian.

 وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ  "Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; "yaitu orang yang jahat hatinya. Ini juga dituangkan Allah dalam Surat Al Maidah ayat 106 dan AnNissa ayat 135.

QS. 5 ayat 106 : وَلاَ نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّهِ إِنَّا إِذاً لَّمِنَ الآثِمِينَ  dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa".

QS.4 ayat 135 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً  

4.135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.

Demikian juga Allah dalam surat Al Baqarah ayat 283 ini :

 وَلاَ تَكْتُمُواْ الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2. An-Nisa ayat 29

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antarakamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu"

reference : 
Alqur'an.
Weske, Mathias. 2007. "Business Process Management Concepts, Languages, Architectures". Potsdam 
Tafsir Ibnu Katsir.
Baca Selengkapnya - Business Process